Apa yang kau lihat,,,
Apa yang kau dengar,,,
Dan apa yang kau rasakan adalah pendidikan.
Adalah Totto-chan, seorang gadis cilik yang memulai masa-masa
sekolah dasarnya. Oleh mamanya, ia dimasukkan ke sebuah sekolah dasar yang pada
akhirnya mengeluarkan Totto-chan saat ia masih menjalani tahun pertamanya
karena ibu gurunya menganggap Totto-chan adalah anak yang nakal. Suka
membuka-tutup mejanya berkali-kali, berdiri di depan jendela kelas dan
memanggil pemusik jalanan, dan menggambari meja adalah beberapa contoh
kelakuannya yang membuat ibu gurunya kehilangan kesabaran.
Mama Totto-chan yang bijaksana mengajak Totto-chan
pindah ke sekolah lain tanpa mengatakan bahwa ia dikeluarkan dari sekolahnya
yang lama. Sekolah baru tersebut bernama
Tomoe Gakuen. Sekolah ini memiliki banyak keunikan. Salah satunya adalah ruang
kelasnya yang tidak lain adalah gerbong-gerbong kereta api yang sudah tidak
lagi terpakai. Di sekolah inilah Totto-chan mendapatkan pengalaman-pengalaman
luar biasa dan bertemu dengan orang-orang yang tidak akan dilupakan seumur
hidupnya.
Kepala sekolah, Sosaku Kobayashi, adalah seorang
pendidik yang baik dan bijaksana. Ia menerapkan sistem pendidikan di
sekolahnya, Tomoe Gakuen, berbeda dari sekolah-sekolah konvensional di Jepang
lainnya. Hari pertama ke sekolah, ia dengan sabar mendengarkan cerita dan
totto-chan tentang apa yang ia suka sekitar 4 jam lamanya. Ia memang telah
belajar bertahun-tahun, salah satunya di Eropa, sebelum kemudian ia mendirikan
Tomoe Gakuen. Ia mendidik murid-muridnya dengan "menyerahkan"nya pada
alam dan membiarkan mereka tumbuh sesuai kepribadian dan talentanya
masing-masing. Ia selalu berusaha memahami murid-muridnya dan membuat mereka
senang. Inilah yang membuat Totto-chan dan teman-temannya begitu dekat dengan
Mr. Kobayashi sampai-sampai menganggapnya sebagai teman.
Di sekolah ini Totto-chan berjumpa dengan teman-teman
yang baik antara lain Yasuaki-chan yang terkena polio sejak kecil, Sakko-chan,
Miyo-chan, si ahli fisika Tai-chan, Oe, Takahashi yang memiliki kelainan fisik,
dan lain-lain. Walaupun beberapa di antara mereka memiliki kecacatan, mereka
mampu saling menghargai.Totto-chan menjalani masa-masa sekolah bersama
teman-temannya dengan perasaan senang. Setiap hari ia mendapatkan
pengalaman-pengalaman yang berkesan.
Cerita ini, adalah sebuah kisah yang sangat menarik
sekali. Proses belajar yang dialami totto-chan tidak melalui sekolah formal,
namun dengan bersekolah di gerbong kereta ia bisa mempelajari apa saja yang ia
sukai. Ia bisa memperoleh ilmu dari apa yang dia lihat, dia dengar, dia
rasakan, dia lakukan, bahkan lewat permainan, dengan atau tanpa sadar
totto-chan telah memperoleh pendidikan dasarnya dengan sangat baik.
Di Indonesia sendiri,
Pemerintah telah merumuskan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan
bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama
yaitu:
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Pasal 3 UU RI No 20/ 2003).
Dan dalam PP No 19/2005 tentang standar nasional
pendidikan disebutkan dalam pasal 19 sampai dengan 22 bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Adanya keteladanan pendidik, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
Jika
dilihat dari undang-undang serta peraturan yang dibuat oleh pemerintah maka
sekoalh Tomoe yang didirikan Pak Kobayashi di Jepang sangatlah mendekati tujuan
dari pendidikan kita. Namun, kenyataan yang kita lihat bahwa di Indonesia masih
sangat kurang sistem pendidikan yang membebaskan anak didiknya untuk berkreasi,
belajar sesuai dengan minat dan bakatnya. Bahkan, tidak semua pendidik
mempunyai kemampuan untuk memotivasi, apalagi sampai menginspirasi.
Sekolah
tak jarang menjadi tempat yang menakutkan, menjadi momok bagi anak. Belajar
bukanlah menjadi sesuatu yang menyenangkan, namun menjadi sesuatu yang sangat
dihindari. Sekolah terkadang bukan menjadi tempat untuk kita mengasah potensi
diri namun malah menghambat potensi diri.
Contohnya saja, ketika anak mendapat
pelajaran menggambar, maka hampir semua anak akan menggambar dua gunung, dengan
matahari di tengah gunung, diatasnya awan dab beberapa ekor burung, lalu ada
jalan setapak, rumah, dan hamparan sawah. Jika ada seorang anak saja yang
menggambar berbeda, anak tersebut kemungkinan akan dianggap aneh. Padahal itu
adalah kreativitas dan daya imajinasi anak yang seharusnya diapresiasi oleh
seorang pendidik.
Dan di masa sekarang ini, era globalisasi
sudah banyak orang yang mulai menyadari akan pentingnya pendidikan yang
menyenangkan walaupun itu bukan dilalui dalam pendidikan formal. Maka banyak
orang-orang yang mempunyai perhatian terhadap dunia pendidikan membuat
sekolah-sekolah alternative yang menyenangkan, inovatif, dan melatih
kreativitas.
Apa yang dimaksud dengan belajar, atau
pembelajaran atau learning?. Winkel (dalam Psikologi Pengajaran, 2004)
mengatakan bahwa belajar adalah “suatu aktivitas mental/psikis, yang
berlangsung dalam interaktif aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah
perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Dan
perubahan itu bersifat secara relative konstan dan berbekas”. Pembelajaran (learning)
dapat juga didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan,
dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui pengalaman.
Banyak
teori belajar yang semakin berkembang dan disesuaikan dengan perkembangan anak
dan juga perubahan zaman. Ada beberapa pendekatan pembelajaran yang sudah kita
ketahui, yaitu pendekatan kognitif dan behavioral. Behaviorisme adalah
pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman
yang dapat diamati, bukan dengan proses mental.
Sementara
pendekatan kognitif dibagi menjadi empat pendekatan kognitif utama yaitu:
kognitif sosial, pemrosesan informasi kognitif, konstruktivis kognitif, dan
konstruktivis sosial. Dan kelima pendekatan ini, ditambah dengan pendekatan
behavioral, akan membantu kita memahami bagaimana anak belajar.
Salah
satu aliran psikologi yang mempunyai peran dalam dunia pendidikan yaitu
psikologi humanistik. Psikologi humanistik banyak memberikan sumbangsih
terutama dalam pendidikan alternative. Pendidikan humanistik berusaha
mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia secara maksimal. Setiap
aspeknya dari mulai aspek emosional, social, mental dan keterampilan dalam
berkarier menjadi fokus dalam pendidikan humanistik. Tokoh-tokoh dari psikologi
humanistik, diantaranya Abraham Maslow, Carl R Rogers, Arthur Combs, Aldous
Huxley, David Mills dan Stanley Scher.
Abraham
H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam
psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali
terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting
didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk
tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan
Maslow berpendapat, bahwa manusia
memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling
asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan
jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan.
Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan seperti
kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya
adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk
memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan
sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan
dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih.
Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai,
dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat
memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi
lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri. Implikasi teori
ini dalam bidang pendidikan sangat penting. Sebagai contoh, seorang guru
haruslah memperhatikan mengapa anak-anak tertentu tidak memiliki motivasi
belajar, tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau bahkan sulit untuk
konsentrasi di dalam kelas. Mungkin saja kebutuhan si anak di beberapa hirarki
mendasar belum terpenuhi, misalanya belum sarapan pagi, mempunyai masalah di
rumah atau pribadi, tidak tidur nyenyak dan sebagainya. Harus mendengarkan dan
mencari tahu penyebabnya sebelum menyalahkan si anak.
Inilah
yang coba diterapkan oleh Kepala Sekolah Tomoe kepada murid-muridnya. Pak
Kobayashi dengan sangat setia mendengarkan murid-muridnya bercerita, lalu dia
juga mengajarkan kepada muridnya mengenai makanan yang bergizi. Ada rutinitas
makan siang yang diberlakukan oleh Pak Kobayashi setiap harinya di aula. Dan
setiap murid harus membawa makanan “yang berasal dari laut dan dari gunung”.
Carl
R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik
klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers
mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang
meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman,
belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan
Di
sekolah Tomoe, inilah yang diaplikasikan. Setiap anak memiliki hasrat belajar
yang tinggi, karena sekolah menjadi begitu menyenangkan. Setiap anak boleh
menanyakan hal apa saja kepada guru mereka. Saat kelas dimulai, anak-anak
menentukan sendiri pelajaran apa yang ingin dia pelajari. Dan ketika mereka
menemukan kebuntuan, mereka langsung menanyakannya kepada guru di kelas. Mereka
belajar atas inisiatif mereka sendiri, belajar dengan perasaan senang tanpa
ancaman, dan selalu ada makna dari apa yang mereka alami di sekolah tersebut
terkadang tanpa mereka sadari. Mereka belajar bagaimana caranya belajar (learn
how to learn) dan itu membuat mereka menjadi lebih percaya diri.
Sedangkan
menurut Combs perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan
perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain.
Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut,
bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk
mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya. Menurut
Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya
kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari
adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru
mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena
murid-murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau
saja guru tersebut lalu mengadakan aktivitas-aktivitas yang lain, barangkali
murid-murid akan berubah sikap dan reaksinya (Rumini, dkk. 1993).
Yang
menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan pelajaran itu
disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang
terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yaitu ketika murid mampu
mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupannya maka guru itu dapat
dikatakan berhasil. Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia)
dari pusat lingkaran lingkaran (persepsi diri), semakin kurang pengaruhnya
terhadap seseorang. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat
lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku.
Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan,
karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.
Namun
di sekolah Tomoe, dari menu makan siang saja mereka dapat belajar apa manfaat
dari makanan yang menjadi bekal mereka untuk kesehatan mereka. Melalui
jalan-jalan sepulang sekolah menyusuri sungai menuju kuil, mereka belajar
mengenai sejarah, penyerbukan, dan banyak lagi.
Aldous
Huxley, tokoh psikologi humanistik berikutnya menekankan adanya pendidikan
non-verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan
berwujud pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan
hal-hal yang bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan
kesadaran seseorang. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia
dini sampai tingkat tinggi.
Betapapun,
agar seseorang bisa mengetahui makna hidup dalam kehidupan yang nyata, mereka
harus membekali dirinya dengan suatu kebijakan hidup, kreativitas dan mewujudkannya
dengan langkah-langkah yang bijaksana. Dengan cara ini seseorang akan
mendapatkan kehidupan yang nikmat dan penuh arti. Dengan pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki
kemampuan untuk menghargai setiap pengalaman hidupnya dengan lebih menarik.
Di
Tomoe sendiri, Pak Kobayashi mampu mengkolaborasikan hal tersebut. Setiap
tanggal 2 November selalu diadakan perlombaan olahraga pada sebuah festival yang diselenggarakan
sekolah. Pada waktu itu dibuatlah berbagai lomba ketangkasan. Uniknya, pemenang
pertama dari semua lomba itu selalu sama, yaitu seorang anak yang bertubuh
paling kecil dan pendek. Ia mampu memenangkan perlombaan justru karena tubuhnya
yang khusus. Ternyata Pak Kobayashi sengaja membuat permainan-permainan yang
memungkinan anak itu untuk menang, dengan harapan perasaan minder yang
menghantuinya bisa memudar. Beliau bahkan pernah menegur dengan keras seorang
guru di Tomoe karena sang guru mengucapkan kata-kata yang menyinggung ketidaknormalan
seorang muridnya di depan murid-murid yang lain. Tidak ada yang mampu melakukan
semua itu, melainkan orang yang sangat peduli dan sangat mencintai
murid-muridnya. Itulah salah satu pendidikan non-verbal yang ditanamkan oleh Pak
Kobayashi.
Selanjutnya
David Mills dan Stanley Scher mendapat ide mengajukan konsep pendidikan
terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan
murid dalam belajar. Konsep ini lahir karena fenomena yang mereka lihat dimana
murid dalam mempelajari ilmu pengetahuan alam khusunya hanya secara kognitif.
Padahal, bagaimanapun juga, praktek sangatlah penting dan melalui praktek
tersebutlah elemen-elemen afektif terlibat. Elemen afektif ini meliputi adanya
kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan intuisi dan imajinasi dalam usaha-usaha
kreatif, pengalaman yang menantang, frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan
fenomena tersebut,
Penggunaan
pendekatan terpadu ini dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan
bahkan otomotif. Elemen kognitif menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal,
logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif
menunjuk pada perasaan, cara-cara memahami yang melibatkan gambaran visual spasial,
fantasi, persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain.
Tujuan
umum dari pendekatan ini adalah mengembangkan kesadaran murid-murid terhadap
dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, serta meningkatkan kemampuan untuk
menggunakan kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan dengan berbagai cara, menerima
petunjuk-petunjuk internal dan menerima tanggung jawab bagi setiap pilihan
mereka. Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk lebih membebaskan
murid dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan akhir mengembangkan
responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan memberikan
pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu guru bisa
menolak memberikan bantuan untuk hal-hal yang bisa ditangani oleh murid
sendiri.
Lebih
jauh, David Mills dan Stanley Scher memaparkan tujuan pendidikan terpadu ini
secara detail sebagai berikut :
a. Membantu
murid untuk mengalami proses ilmu pengetahuan, termasuk penemuan ide-ide baru, baik
proses intelektual maupun afektif.
b. Membantu
murid dalam mencapai kemampuan untuk menggali dan mengerti diri mereka sendiri
dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang ilmiah.
c. Meningkatkan
pengertian dan ingatan terhadap konsep-konsep dan ide-ide dalam ilmu
pengetahuan.
d. Menggali
bersama-sama murid, implikasi-implikasi dari aplikasi yang mungkin dari ilmu
pengetahuan.
e. Memungkinkan
murid untuk menerapkan baik proses maupun pengetahuan ilmiah untuk diri mereka,
serta meningkatkan kesadaran murid terhadap dunia mereka dan setiap pilihan
yang mereka ambil.
Penerapan
metode gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil yang lebih
efektif dibanding pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif. Para siswa
merasa lebih cepat menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi, role
playing dan game , misalnya mengajarkan
teori Newton dengan murid berperan sebagai astronot.
Begitulah
yang dirasakan oleh murid-murid di sekolah Tomoe. Mereka belajar sambil
bermain, belajar sambil melakukan (learning by doing), belajar dari
pengalaman mereka. Mereka belajar bertani langsung pada “petani” yang hari itu
menjadi guru mereka dan langsung mempraktekkannya di lapangan. Berenang
bersama, belajar penyerbukan dengan melihat kupu-kupu. Dan banyak hal yang
mereka sendiri baru menyadarinya setelah mereka dewasa. Belajar dari pengalaman
(experiential learning) yang dengan itu mereka menjadi lebih ingat akan
pelajarannya, bukan hanya di kertas ataupun buku. Sungguh, Tomoe sampai saat
ini pun masih sangatlah menginspirasi.
Sekarang
ini di Indonesia sendiri sudah mulai berkembang dan semakin banyak
sekolah-sekolah alternatif yang bermunculan. Sekolah alam, homeschooling,
agrohomeschooing, dan sebagainya. Sekolah-sekolah yang tidak terbatas pada
bangunan segi empat dan tidak kaku. Back to nature, dan semoga dengan adanya
sekolah-sekolah alternatif yang semakin banyak, dapat meningkatkan pendidikan
bangsa. Dan dapat mengembalikan pendidikan ke tujuan asalnya. Memanusiakan
manusia, dan menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai
denga Undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
David A.
Kolb, Richard E. Boyatzis, Charalampos Mainemelis Department of Organizational
Behavior Weatherhead School of Management Case Western Reserve University,
Experiential Learning Theory: Previous Research and New Directions
Lizna Seftiana, Yusda Mardhiyah, Virgitha
Isanda, M. Reza. 2008. ‘AgroHomeschooling sebagai Metode Pembelajaran Alternatif guna Meningkatkan
Mutu Pendidikan’. Bogor.
Ratna
Syifa’a Rachmahana, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan,
Jurnal Pendidikan Islam El-Tarbawi No.I Vol.I 2008
Ronald E.
Hansen, The Role of Experience in Learning: Giving Meaning and Authenticity to
the Learning Process in Schools, Journal of Technology Education Vol. 11 No. 2,
Spring 2000
Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group
Winkel,
W.S (2004). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta. Media Abadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar