Seorang sahabat pernah mengirimkan sebuah sms tentang Kata Cinta di Jalan Dakwah yang mungkin sahabat lain juga pernah menerimanyaJ
“Kata Cinta di Jalan Dakwah”
· Kata Cinta Bilal “Ahad”, bahwa cinta adalah “Komitmen”
· Kata Cinta RasuluLLAH SAW “Selimuti Aku”, bahwa cinta adalah “Kasih Sayang”
· Kata Cinta Ummu Sulaim “Islammu, itulah maharku”, bahwa cinta adalah “Pengorbanan”
· Kata Cinta Abu Bakar r.a “Ya RasuluLLAH, aku percaya padamu”, bahwa cinta adalah “Kepercayaan”
· Kata Cinta Umar r.a “Ya RasuluLLAH, biarkan kupenggal lehernya”, bahwa cinta adalah “Ketegasan”
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa kata cinta kita? Dari begitu banyak definisi dan kata cinta, maka apakah kata cinta kita?
Maka, teringat akan kisah yang pernah say abaca tentang cinta. Sebuah hikmah yang dapat kita ambil dari kekuatan cinta Abu Bakar, r.a
Hari itu hari wada’, perjalanan haji terakhir RasuluLLAH, Sang Nabi. Ketika ia mulai menyampaikan wahyu yang diterimanya:
“Pada hari ini, telah KUsempurnakan untukmu agamamu, dan telah KUcukupkan kepadamu Nikmatmu, dan telah Kurelakan Islam menjadi agama bagimu.”
Kalimat tersebut membuat dada para sahabat bergetar hebat. Ada haru, ada kegembiraan yang dirasa. Bagaimana tidak, “Agama ini telah sempurna”. Agama yang telah mereka perjuangkan dengan penuh pengorbanan. Agama yang awalnya dianggap asing, kini telah sempurna adanya.
Para sahabat bersorak gembira. Kegembiraan yang luar biasa setelah mengalami suka duka dalam menegakkan agama yang mulia. Dan Sang Nabi, Muhammad Saw masih berdiri menatap mereka dengan senyum kewibawaan. Sementara, nun jauh disana ada seseorang yang menatapnya dengan perasaan sedih yang teramat dalam.
Ya, dialah sahabat terdekat Sang Nabi, satu dari Assabiquun al-awwaluun, Abu Bakar, ra. Seorang sahabat yang lembut hatinya dan halus perasaannya. Dia tidak merasakan kegembiraan yang sama. Apa yang dirasakannya adalah sebaliknya. Diantara sukacita para manusia yang bergembira, Abu Bakar, justru menangis tersedu, dengan pundak berguncang. Air mata mengalir di pipinya, suaranya terdengar pilu seperti menahan sesak di dada.
Dan kini tangisnya tak terbendung lagi. Suaranya terdengar lebih memilukan. Dadanya berguncang, punggungnya gemetar. Para sahabat lain pun seketika menoleh kearahnya. Lalu sahabat bertanya “Wahai Abu Bakar, mengapakah engkau menangis dihari dimana ALLAH telah memberikan kita kegembiraan yang tak terkira?”. Abu Bakar menatap wajah para sahabatnya dengan matanya yang layu, kemudian ia mulai menjelaskan semuanya.
Dia menangis, sebab dia tahu bahwa akan ada kesudahan di balik kesempurnaan. Dia sangat menyadari bahwa Sang Nabi yang sangat dicintainya telah usai melaksanakan tugasnya, dan akan meninggalkannya dan para sahabat lainnya, kembali keharibaan RABB – karena telah sempurna agamanya.
Setelah Abu Bakar menjelaskan mengapa dia menangis, para sahabatpun tak bisa menahan tangis. Seketika, sukacita berubah menjadi tangisan, mengaharu biru. Betapa menyesakkan, mengetahui orang yang mereka cintai akan segera pergi meninggalkan mereka. Begitulah…
Cinta yang mendalam yang dirasakan Abu Bakar dan sahabat lainnya. Cinta yang kuat karena Iman telah menancap di hati. SubhanaLLAH…
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, ia amat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Q.S. At-Taubah: 128)
Maka, apa kata cinta kita???
Selasa, 06 Desember 2011; 00:06 WIB
di penghujung lelah, tapi tak dapat memejamkan mata
eRHa,,,
Kata Cinta Ali bin Abi Thalib “walau aku muda, nyawaku ku pertaruhkan untukmu”, bahwa cinta adalah “ketulusan”
BalasHapusterinspirasi dari kisah Hijrah Rasulullah, ketika Ali Ra bersedia menggantikan posisi Rasul, walau dia tau resiko akan terbunuh.
Tulisan yang sangat menarik,
bertentangan dengan cinta para pemuda yang bergerak dalam bayang-bayang simbologi keagamaan, namun mengamalkan konsep ta'aruf yang berkepanjangan.
Ya Rabb,
Jauhi kami dari cinta yang menjauhakn kami dari CintaMu
Amin