Membicarakan masalah wanita adalah masalah yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Karena wanita memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan, tak hanya dunia tapi juga akhirat. Wanita memiliki tiga peran penting dalam hidupnya, wanita sebagai anak, istri, dan ibu. Itulah pentingnya peran yang dimiliki seorang wanita. Dan spesifiknya lagi kita akan membicarakan peran seorang muslimah.
Seorang muslimah tak hanya bertanggung jawab atas keselamatan dirinya, tapi juga menyelamatkan keluarganya. Dan juga secara implisit seorang muslimah mempunyai tanggungjawab menyelamatkan akhlaq bangsa dan negaranya. Mengapa demikian? Hal itu terkait dengan dengan peran muslimah sebagai seorang ibu yang akan mencetak generasi penerus bangsa. Itulah sebabnya seorang muslimah haruslah cerdas dalam segala bidang. Karena seorang muslimah sebagai seorang anak adalah merupakan tunas-tunas putri dan sebagai seorang ibu ia adalah pengemban amanah tugas suci.
Namun sangatlah ironi dan menyedihkan peran yang dimiliki seorang muslimah diinterpretasikan berbeda oleh kebanyakan muslimah saat ini, khususnya di Indonesia. Betapa kontradiktif sekali melihat Indonesia yang penduduknya adalah mayoritas muslim berada dalam keterpurukan moral yang tercermin dalam maraknya kasus pornografi dan pornoaksi yang merambah negeri ini.
Apa sebenarnya yang menjadi penyebab itu semua? Muslimah seperti kehilangan perannya di tengah keluarga. Kesadaran akan perannya yang sangat penting menjadi salah satu penyebab dari dekadensi moral di negeri ini. Padahal Islam sudah menaikkan derajat wanita di dunia ini. Wanita tak lagi dilecehkan dan dianggap setara dengan binatang dengan datangnya Islam. Namun, kenaikan derajat tersebut disalah artikan oleh wanita masa kini. Mereka malah menganggap mereka punya kedudukan yang sama dengan pria. Kesetaraan gender menjadi tuntutan para wanita modern, dan tak sedikit dari muslimah yang juga menganut paham kesetaraan gender. Inilah yang juga menjadi penyebab dekadensi moral. Padahal pria dan wanita adalah saling melengkapi. Kodrat “ar-rijalu qawwamuna ‘ala an-nisaa’” ini tak akan terbantahkan oleh apapun.
Interpretasi peran yang salah inilah yang menyebabkan kerusakan di muka bumi. Maka kita perlu mereinterpretasikan peran muslimah sekarang ini. Bahwa seorang muslimah bisa membuktikan kepada dunia, meski bersembunyi dibalik jilbabnya tetap mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik dalam berdakwah, member nasihat, membimbing, mendidik dan mengajar, bahkan di bidang politik dan sosial. Seorang muslimah bisa mencapai derajat yang tinggi dengan memahami betul perannya tanpa harus mengambil peran sebagai seorang lelaki. Maka dalam rangka reinterpretasi peram muslimah itu banyak upaya yang perlu dilakukan. Yang pertama sekali yaitu, perlunya penyadaran kepada muslimah tentang keberadaannya di dunia ini sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Allah telah memberikan suatu ketentuan dengan diamanahkannya suatu tugas dan tanggung jawab kepada perempuan di rumah tangga maupun public dengan imbalan surga. Selanjutnya melakukan pencerdasan kepada perempuan muslimah tentang bagaimana menjalankan kedua peran tersebut sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Jadi seorang muslimah itu dituntut cerdas tak hanya intelektualnya tapi juga emotional dan yang paling penting spiritual.
Seorang muslimah harus bisa menjadikan dirinya bermanfaat dimanapun dia berada. Dan bagaimana dia bisa menyukseskan orang lain. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Tak perlu hal yang muluk-muluk, hal kecil tapi dapat dirasakan karya nyatanya merupakan suatu manfaat yang bisa diaplikasikan oleh seorang muslimah. Dimulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil, dan dimulai saat ini juga.
Dan teladan terbaik untuk kita mereinterpretasikan peran seorang muslimah adalah para ummul mukmunin dan juga putri Rasulullah SAW yang suci. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, Fatimah az-Zahra, dan Ummul Mukminin Aisyah r.a adalah perempuan paling baik dan paling mulia di dunia.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu Qayyim, berpendapat bahwa aspek keutamaan ketiga perempuan itu masing-masing berbeda. Kalau kita melihat dari segi intelektualnya, yang dominan Aisyah. Tapi kalau dari kelembutannya terhadap anak dalam mengembangkan potensinya itu berada dalam figur Siti Khadijah dan Siti Fatimah dan mereka luar biasa. Dan itu semua bisa dikolaborasikan. Akan tetapi Nabi Muhammad adalah teladan dari keseluruhan figur yang ada kecuali yang tidak terdapat pada diri Nabi Muhammad baru kita mencontoh apa yang tecermin dalam figur Ummul- Mukminin.Ibnu Qayyim berkata; “Jika keutamaan itu diukur dari banyaknya pahala di sisi ALLAH maka ini adalah hal yang tidak bisa diketahui. Karena perbuatan hati itu lebih baik daripada perbuatan jasad. Jika keutamaan itu dengan ilmu, maka yang lebih utama adalah Aisyah. Bila keutamaan itu diukur dari kehormatan yang pokok pangkal, maka itu adalah Fatimah, yaitu keutamaan yang tidak didapat oleh saudara-saudaranya yang lain. Dan kalau keutamaan itu diukur dari sifat terpandang, maka nash-nash banyak yang menyatakan bahwa itu adalah milik Fatimah saja.”
Semoga dengan meneladani para istri dan anak Rasulullah SAW kita dapat mengembalikan peran muslimah menuju idelitasnya. Dan dapat mengoptimalkan perannya sebagai seorang anak, istri, ibu dan juga anggota masyarakat. Juga harus mencerdaskan dirinya dengan sebaik mungkin karena ia adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Bukankah dibalik kesuksesan seorang pria, ada seorang wanita yang selalu mendukungnya, dan jika ia tidak cerdas bagaimana ia akan memberikan dukungannya. Mari, kita kembalikan peran muslimah yang ideal dan sesuai dengan ketetapan ALLAH dan Rasul-Nya. WaLLAHu a’lam bi ash-shawab,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar